A. PENDAHULUAN
Sejarah kelam system perekonomian
kapitalisme pernah mengalami keterpurukan serupa pada tahun 1929 yang menggulung
perekonomian gelobal saat itu. Jatuhnya daya beli masyarakat serta tingginya
angka inflasi membuat system ini belajar menyembuhkan diri yang pada akhirnya
terealisasi pada kurun waktu 1971-an.
Dalam beberapa pandangan para ahli,
krisis sekarang di nilai jauh lebih besar dari pada krisis yang terjadi pada
tahun 1929 tersebut. Jika benar demikian, maka bisa dibayangkan berapa lama
waktu yang dibutuhkan untuk pemulian perekonomian gelobal. Krisis 1929 yang
terkenal dengan istilah Black Thursday merupakan kejadian yang membuat
perekonomian AS dan global berada dalam kekacauan. Selain itu, krisis tersebut
juga menimbulkan Great Depression pada 1930-an. Dampak kehancuran terhadap
sektor riil sangat beragam, di mana kehilangan kepemilihan saham yang meluas. Akibatnya
konsumen mengurangi belanjanya seperti mobil dan rumah, sementara sektor bisnis
menunda investasi dan menutup pabrik mereka. Pada 1932, perekonomian AS turun
hingga separuhnya, dan sepertiga angkatan kerja menjadi pengangguran. Seluruh
sistem keuangan AS juga hancur, dengan ditutupnya seluruh sistem perbankan pada
1933 oleh presiden yang baru naik, Franklin Roosevelt. Saat itu Roosevelt
mengeluarkan kebijakan New Deal.
Dari
uraian di atas, makalah ini bermaksud menguraikan beberapa kebijakan pemerintah
Amerika Serikat terkait penanganan krisis yang tengah menggulung perekonomian
AS tersebut. Salah satu pokok pembahasan makalah ini adalah kebijakan bank sentral
Amerika The Federal Reserve terkait krisis financial tersebut.
B. KRONOLOGI
SUB PRIME MORTGAGE
Subprime Mortgage merupakan kredit yang
dikucurkan oleh perbankkan Amerika terhadap sector perumahan. Kredit semacam
ini, di Indonesia dikenal dengan istilah Kredit Perumahan Rakyat yang di
singkat KPR. Para pakar ekonom meyakini bahwa Krisis ekonomi dan keuangan AS
berawal dari produk Subprime-Mortgage.
Di
Amerika kredit perumahan seperti ini diklasifikasikan ke dalam 2 kelompok yakni
kelompok Prime Mortgage dan Sub Prime mortgage. Prime mortgage diberikan kepada
peminjam yang memiliki credit history bagus dan memiliki repayment capacity
(kemampuan membayar). Sedangkan Subprime mortgage diberikan kepada peminjam
yang tidak memenuhi kedua persyaratan di atas.
Subprime mortgage di Amerika diberikan
kepada konsumen yang memiliki kelayakan kredit kurang layak untuk mendapatkan
kredit. Salah satu cara mengukur kelayakan kredit konsumen dilakukan dengan
cara melihat credit score. Sistem pemberian KPR di Amerika sangat bergantung
terhadap credit score yang dikeluarkan oleh perusahaan credit scoring seperti
yang mengunakan metode FICO. Konsumen dapat memiliki FICO score mulai dari 300
s/d 850 tergantung dari hasil perhitungan yang dilakukan oleh perusahaan
penyedia jasa credit score dengan melihat 5 katagori utama seperti:
1.
Payment history (35%)
2.
Amounts owed (30%)
3.
Length of credit history (15%)
4.
New credit (10%)
5.
Types of credit used (10%).
Beberapa
alasan fundamental, kredit Subprime mortgage diberikan kepada masyarakat adalah
didasari atas asumsi bahwa :
•
Kebijakan moneter yang longgar (low-interest rate)
•
Aturan kepemilikan rumah yang longgar (seperti keringanan pajak rumah)
•
Keyakinan bahwa harga rumah akan terus meningkat (property bubble)
•
Keinginan untuk mendapat return yang sebesar-besarnya (greed)
Asumsi
demikian, berakhir tatkala era suku bunga rendah di AS berakhir dan melahirkan
persoalan yang di tandai dengan :
•
Tingkat gagal bayar meningkat (karena debitur memang sebenarnya tidak layak
mendapat KPR)
•
Produk derivatif yang berbasiskan subprime-mortgage kemudian tidak bisa memberi
return
•
Karena produk derivatif tersebut telah menyebar ke seluruh dunia, maka krisis
keuangan ini kemudian meluas
Dari hal tersebut, keberadaan nasabah pada
dasarnya kurang memenuhi persyaratan. Dengan kata lain, dari aspek kelayakan
penyaluran kredit kasus Subprime Mortgage tidak memenuhi persyaratan tersebut.
Oleh karena itu, wajar manakala kredit perumahan di Amerika tersebut mengalami
gagal bayar. Nilai kerugian dari kredit macet Subprime Mortgage diperkirakan
sebesar USD 0,8 Triliun atau 38% dari total Mortgage yang mencapai USD 10,7
Triliun. Dari sini nilai kerugian Subprime Mortgage dan keberadaan transaksi
derivative diperkirakan sebesar USD 23 Triliun.
C. KEBIJAKAN
PEMERINTAH
Setelah sempat melakukan penolakan,
akhirnya Presiden George W Bush mensepakati untuk melakukan intervensi pasar
guna menyelamatkan perekonomian AS sebagai dampak krisis Subprime Mortgage.
Pada awalnya, Bush menolak melakukan intervensi, sebab dalam faham dan praktik
kapitalisme, penyelesaian terhadap setiap kemelut ekonomi dan keuangan
dilakukan melalui mekanisme pasar. Negara dan pemerintah tidak perlu campur
tangan.
Sekitar USD 700 Miliar dana yang dipersiapkan untuk melakukan penyelamatan perekonomian AS. Di sisi lain, sebagai upaya penyelamatan kasus Subprime Mortgage seperti dilansir BBC News, Sabtu (1/9/2007) Bush mengumumkan langkahnya untuk membantu pemilik rumah yang bermasalah dalam melakukan pembayaran kreditnya. Sementara Bernanke memberikan isyarat pemotongan suku bunga The Fed untuk mendorong stabilitas pasar finansial.
Sekitar USD 700 Miliar dana yang dipersiapkan untuk melakukan penyelamatan perekonomian AS. Di sisi lain, sebagai upaya penyelamatan kasus Subprime Mortgage seperti dilansir BBC News, Sabtu (1/9/2007) Bush mengumumkan langkahnya untuk membantu pemilik rumah yang bermasalah dalam melakukan pembayaran kreditnya. Sementara Bernanke memberikan isyarat pemotongan suku bunga The Fed untuk mendorong stabilitas pasar finansial.
Beberapa Langkah yang diambil
pemerintahan Bush seperti reformasi undang-undang pajak dalam membantu keuangan
debitor agar bisa mendapat pinjaman lagi. Namun Bush menegaskan pemerintah
tidak akan memberikan dana talangan kepada para spekulator karena itu bukan
tugas pemerintah. Sementara The Fed akan melakukan pertemuan pada 18 September
2007 mendatang yang memunculkan spekulasi The Fed akan menurunkan biaya
pinjaman untuk melonggarkan masalah likuiditas di pasar finansial.
Pelaku pasar di Wall Street juga melihat
Bernanke akan menaikkan suku bunga yang dapat menurunkan biaya pinjaman dan
mendorong kembali pasar kredit. Pernyataan Bush dan The Fed ini telah direspons
positif oleh pelaku pasar yang membuat indeks Dow Jones dan Nasdaq pada
penutupan Jumat waktu AS (31/8/2007) naik masing-masing 0,9 persen dan 1,2
persen. Selain itu, Pelaku pasar turut menyambut baik pernyataan Bush yang
berisikan pertama, meminta kongres untuk mensahkan UU yang memberikan
keleluasan kepada Federal Housing Administration (asuransi KPR milik pemerintah
AS) dalam membantu masyarakat yang kesulitan mencicil kredit perumahannya.
Kedua Berjanji melakukan reformasi aturan pajak. Ketiga membantu para peminjam
agar mendapat dana pinjaman lagi. Keempat memberikan pinjaman dengan
syarat-syarat yang lebih ketat dan menjalankan undang-undang untuk menghentikan
peminjam yang curang atau bermasalah.
Untuk meredam gejolak, Fed dan pemerintah sudah mengambil sejumlah langkah untuk memulihkan kepercayaan pasar. Selain memfasilitasi pengambilalihan lembaga keuangan yang kolaps oleh perusahaan lain, Fed juga memperluas jenis collateral (jaminan) untuk pinjaman Fed. Dengan fasilitas ini, dimungkinkan lembaga keuangan menjaminkan sahamnya untuk mendapatkan fasilitas pendanaan darurat Fed.
Untuk meredam gejolak, Fed dan pemerintah sudah mengambil sejumlah langkah untuk memulihkan kepercayaan pasar. Selain memfasilitasi pengambilalihan lembaga keuangan yang kolaps oleh perusahaan lain, Fed juga memperluas jenis collateral (jaminan) untuk pinjaman Fed. Dengan fasilitas ini, dimungkinkan lembaga keuangan menjaminkan sahamnya untuk mendapatkan fasilitas pendanaan darurat Fed.
Pemerintah juga akan menambah jumlah
surat berharga pemerintah dalam lelang berkala yang dilakukan pemerintah.
Dengan tekanan, Fed juga berhasil memaksa 10 bank terbesar berkolaborasi
menghimpun dana senilai 70 miliar dollar AS sebagai sumber likuiditas darurat
yang bisa digunakan lembaga keuangan yang kesulitan likuiditas jangka pendek.
Komisi Sekuritas dan Saham juga mengeluarkan aturan yang melarang praktik
transaksi short selling.
Dalam pandangan beberapa kritikus kebijakan yang tengah berjalan ini dianggap sebagai kebijakan yang telah ketinggalan zaman. Pada September 2008, Presiden George W. Bush menyatakan: “Satu kali krisis ini dipecahkan, di sana akan ada waktu untuk memperbaharui struktur pengatur keuangan kita. Ekonomi global Abad ke-21 sebagian besar merupakan sisa aturan hukum abad ke-20 yang ketinggalan jaman. Baru-baru ini, kita telah melihat bagaimana perusahaan seseorang dapat menumbuhkan kegagalan yang sangat besar dan hal ini membahayakan sistem seluruh keuangan.”
Dalam pandangan beberapa kritikus kebijakan yang tengah berjalan ini dianggap sebagai kebijakan yang telah ketinggalan zaman. Pada September 2008, Presiden George W. Bush menyatakan: “Satu kali krisis ini dipecahkan, di sana akan ada waktu untuk memperbaharui struktur pengatur keuangan kita. Ekonomi global Abad ke-21 sebagian besar merupakan sisa aturan hukum abad ke-20 yang ketinggalan jaman. Baru-baru ini, kita telah melihat bagaimana perusahaan seseorang dapat menumbuhkan kegagalan yang sangat besar dan hal ini membahayakan sistem seluruh keuangan.”
Ahli ekonomi Robert Kuttner mengkritik
pencabutan Glass-Steagall Act oleh Gramm-Leach-Bliley Act pada tahun 1999 yang
di anggap berkontribusi atas terjadinya krisis subprime meltdown, walaupun ahli
ekonomi lain tidak sepakat. Di sisi lain, pemerintah diharapkan untuk melakukan
bailout dalam rangka menanggulangi krisis tabungan dan kridit sampai tercipta
moral Hazard dan menindaki sebagai dorongan ke pemberi kredit untuk membuat
risiko lebih tinggi.
Selain itu, terdapat perdebatan antara
ahli ekonomi dari Komunitas reinvestasi dengan komunitas penyalur kredit
mengenai keberadaan konsumen yang tidak layak mendapatkan kridit. Dari pihak bank
mengakui bahwa selama tiga puluh tahun penyaluran kridit tidak mengalami
peningkatan resiko. Detractors juga mengakui bahwa dengan adanya amandemen CRA
pada pertengahan – 1990s, menyebabkan kenaikan sejumlah pinjaman pembelian
rumah oleh konsumen yang tidak layak untuk mendapatkan pinjaman yang salah satu
indikatornya adalah memiliki pendapatan rendah.
Di samping itu, lemahnya aturan
sekuritas yang berkaitan produk subprime juga merupakan salah satu penyebab
krisis tersebut. Sebuah study yang dilakukan oleh satu perusahaan yang sah
dengan jasa keuangannya pada komunitas reinvestasi menyatakan bahwa lemahnya
aturan pemeberian pinjaman dan rendahnya tingkat suku bunga merupakan faktor
penting terjadinya krisis ini.
Beberapa kalangan membantah hal
tersebut, terlepas dari berbagai percobaan yang dilakukan oleh pemerintah
Amerika yang mengupayakan pencegahan perkembangan dari satu pasar sekunder yang
dibungkus oleh penyaluran kridit beresiko tinggi. Dengan hal tersebut,
Departemen keuangan dan perusahaan Pengontrol Mata Uang, meminta dengan tegas
pada bank nasional untuk melaran praktek tersebut, sebab hal tersebut merupakan
pelanggaran dari hokum bank pemerintah pusat (The Fed).
Di sisi lain kebijakan departemen
pengelola perumahan di Amerika cenderung pada praktek penyaluran kredit yang
memeiliki resiko tinggi. Pada tahun 1995, Fannie Mae dan MAC Freddie memulai
pemebelian rumah dengan kredit untuk membeli kembali rumah dengan pola jaminan
dari sekuritas dengan nilai yang rendah. Antara tahun 1994 sampai dengan 2003
pinjaman kredit suprime pada awal mulanya mengalami pertumbuhan sebesar 25%
pertahun. Terhitung sejak bulan November 2007 Fannie Mae meraup keuntungan $
55,9 Miliar pada asset jaminan dalam sekuritas Subprime dan $324,7 miliar
dengan jaminan portofolio.
Sementara itu sejak 2008 Mac Freddie dalam laporan keuangan kuartal 2 terbeli dahan gelap mengkreditkan untuk membeli hipotek mengembalikan jaminan sekuritas yang mana meliputi pinjaman untuk peminjam pendapatan rendah. Ini dihasilkan pada pembelian para agen jaminan sekuritas subprime. Pinjaman penggadaian Subprime originations surged oleh 25% per tahun di antara 1994 dan 2003, menghasilkan pada satu hampir sepuluh lipat banyak pada volume dari pinjaman ini di baru sembilan tahun. Terhitung sejak Bulan November 2007 Fannie Mae menggenggam sebanyak $55.9 milyar jaminan sekuritas subprime dan $324.7 milyar.
Sementara itu sejak 2008 Mac Freddie dalam laporan keuangan kuartal 2 terbeli dahan gelap mengkreditkan untuk membeli hipotek mengembalikan jaminan sekuritas yang mana meliputi pinjaman untuk peminjam pendapatan rendah. Ini dihasilkan pada pembelian para agen jaminan sekuritas subprime. Pinjaman penggadaian Subprime originations surged oleh 25% per tahun di antara 1994 dan 2003, menghasilkan pada satu hampir sepuluh lipat banyak pada volume dari pinjaman ini di baru sembilan tahun. Terhitung sejak Bulan November 2007 Fannie Mae menggenggam sebanyak $55.9 milyar jaminan sekuritas subprime dan $324.7 milyar.
D. KONFLIK
KEPENTINGAN
Gerald Driscoll, mantan wakil presiden
Federal Reserve dari Dallas , menyatakan Fannie Mae dan MAC Freddie telah
menjadi contoh klasik dari kapitalisme. Pemerintah mengembalikan Fannie dan
Freddie mendominasi hipotek perumahan. “para Politisi yang menciptakan raksasa
hipotek, merupakan salah satu setrategi politik yang berkembang saat itu dalam
rangka mengambil alih perhatian pada konstiten mereka”
Pada 18 April, 2006, MAC Freddie di denda $3.8 juta, karena melakukan trik kampanye tidak sah. Hal ini merupakan betul-betul jumlah paling besar yang pernah dilakukan oleh Komisi Pengawas Pemilihan Pemerintah Pusat. Banyak terjadi praktek pengumpulan dana tidak sah yang dilakukan oleh anggota benefited dari Amerika Serikat melalui taransaksi derivatif dari produk subprime.
Pada 18 April, 2006, MAC Freddie di denda $3.8 juta, karena melakukan trik kampanye tidak sah. Hal ini merupakan betul-betul jumlah paling besar yang pernah dilakukan oleh Komisi Pengawas Pemilihan Pemerintah Pusat. Banyak terjadi praktek pengumpulan dana tidak sah yang dilakukan oleh anggota benefited dari Amerika Serikat melalui taransaksi derivatif dari produk subprime.
Dalam sebuah diskusi panel dinyatakan
bahwa MAC Freddie dapat memepengaruhi kebijakan yang akan dikeluarkan
pemerintah yang hal ini tentunya sangat menguntungkan para politisi pendukung
partai republik. Hal ini juga terjadi pada proses pembuatan undang-undang yang
diupayakan menguntungkan lembaga keuangan yang bersentuhan pada industri
subprime.
Pada bulan Juni 2008, dalam acara
kongres Kent Conrad mendapatkan pijaman istimewa dalam penyaluran kridit
perumahan. Praktek demikian adalaha suatu fakta yang terjadi dalam
pertelikungan konflik kepentingan antara para politisi dengan para pemain di
industru keuangan yang berbasis pada transaksi derivatif subprime.
E. KEBIJAKAN
BANK SENTRAL (THE FEDERAL RESERVE)
Bank sentral Amerika yang terkenal
dengan istilah The Federal Reserve merupakan institusi yang berwenang dalam
mengelola kebijakan moneter dalam Negara tersebut. Dalam kasus Subprime bank
sentral Amerika cenderung melakukan aksi pembiaran terhadap transaksi
derivative subprime yang berkembang di Negara tersebut. Bank sentral Amerika
pada umumnya memilih bersikap reaksioner dari pada mengambil tindakan untuk
memperkecil dampak subprime terhadap perekonomian Amerika yang dalam prakteknya
menggunakan jaminan dari transaksi derivatif.
Kebijakan tersebut, yakni lebih bersikap
reaksioner dari pada mengambil langkah preventif terhadap permasalahan subprime
dengan produk derivatifnya merupakan hasil perdebatan panjang dari para ahli
ekonomi Amerika dengan para otoritas moneter serta pemerintahan Bush.
Mengatasi hal demikian, The Fed akan
melakukan pertemuan pada 18 September 2007. Dari agenda pertemuan tersebut di
kalangan pelaku pasar muncul satu spekulasi The Fed akan menurunkan biaya
pinjaman untuk melonggarkan masalah likuiditas di pasar finansial. Pelaku pasar
di Wall Street juga melihat Bernanke akan menaikkan suku bunga yang dapat
menurunkan biaya pinjaman dan mendorong kembali pasar kredit.
Pernyataan
presiden George Bush dan The Fed ini telah direspons positif oleh pelaku pasar
yang membuat indeks Dow Jones dan Nasdaq pada penutupan Jumat waktu AS
(31/8/2007) naik masing-masing 0,9 persen dan 1,2 persen. Salah satu factor
yang memicu terjadinya peningkatan harga rumah di Amerika adalah di karenakan
oleh rendahnya tingkat suku bunga. Dari tahun 2000 sampai dengan 2003
pemerintah pusat telah menurunkan dana pemerintah dari sasaran sebesar 6,5%
menjadi 1%. Bank sentral Amerika percaya bahwa tingkat keuntungan akan stabil
alias aman sebab nilai angka inflasi relative rendah dan terkendali. Namun
demikian Richard W. Fisher, Presiden dan CEO Federal Reserve dari Dallas,
menyatakan kebijakan pemerintah yang mengambil suku bungan rendah pada akhirnya
menggiring perekonomian pada keterpurukan yang terkenal dengan Housing Bubble.
Kesimpulan:
Krisis financial pada awal mulanya
berangkat dari kasus kredit macet pada sector perumahan kelas tiga di Amerika
atau yang lebih terkenal dengan istilah Subprime Mortgage. Transaksi derivative
yang berbasiskan Subprime Mortgage pada akhirnya meluas dan melahirkan dampak
global. Dalam pandangan para pakar ekonom, krisis yang sekarang terjadi jauh
lebih buruk dari pada krisis 1929. Beberapa program penyelamatan di galang oleh
Negara di kawasan Amerika, Eropa dan Asia. Di Amerika kejatuhan pasar saham
sebagi buntut krisis tersebut, pemerintah AS menggelontorkan bailout (dana
talangan) sebesar USD 700 Milliar. Beberapa kebijakan yang di ambil oleh
pemerintah Amerika terkait penanganan krisis tersebut antara lain pertama,
meminta kongres untuk mensahkan UU yang memberikan keleluasan kepada Federal
Housing Administration (asuransi KPR milik pemerintah AS) dalam membantu
masyarakat yang kesulitan mencicil kredit perumahannya. Kedua Berjanji
melakukan reformasi aturan pajak. Ketiga membantu para peminjam agar mendapat
dana pinjaman lagi. Keempat memberikan pinjaman dengan syarat-syarat yang lebih
ketat dan menjalankan undang-undang untuk menghentikan peminjam yang curang
atau bermasalah.
DAFTAR
PUSTAKA
Nurfajri
Budi Nugroho, Krisis Keuangan, Belajar Dari Sejarah, dalam Okezone.com,
senin 13 Oktober 2008
Http://majalah.tempointeraktif.com
Djoko
Subagyo, Krisis Ekonomi Keuangan Global dan Dampaknya terhadap Industri
Perbankan, dalam Pertemuan Sub BMPD Kediri pada tanggal 16 Oktober 2008 dan
Kuliah PPS IAIN Konsentrasi Ekonomi Islam
Tjahja
Gunawan Diredja, Kapitalisme di Amerika Sudah Mati?, Senin, 6 Oktober 2008,
dalamhttp://www.kompas.com
Irna
Gustia, Bush dan Fed Keluarkan Jurus Atasi Krisis Subprime Mortgage, Sabtu,
1/09/2007, dalamhttp://www.detikfinance.com