Kata Pengantar
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Bahasa Indonesia2 dengan judul “Materi perpajakan”. shalawat beserta salam kita sampaikan kepada Nabi besar kita Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman hidup yakni al-qur’an dan sunnah untuk keselamatan umat di dunia.
Makalah
ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Bahasa Indonesia2 di program Strata1
Ekonomi Akuntansi . kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
Bpk.Danang Wijayanto selaku dosen mata kuliah Bahasa Indonesia2
Akhirnya kami menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan-kekurangan dalam penulisan makalah ini, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Bekasi, 04November 2013
IMade Indra Sanjaya
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penulisan
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas penulis kepada Dosen
bidang studi Bahasa Indonesia 2 . Selain itu mengingat tentang pentingnya
materi ini dengan Ringkasan tentang Mata Kuliah Perpajakan.
Pajak
adalah iuran wajib yang dibayarkan oleh wajib pajak berdasarkan peraturan
perundang - undangan tanpa balas jasa secara langsung. Pajak penghasilan
adalah pajak yang dibebankan pada penghasilan perorangan, perusahaan atau badan
hukum lainnya. Pajak penghasilan bisa diberlakukan progresif, proporsional,
atau regresif. Obyek Pajak Penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak (WP), baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia,
yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib pajak yang
bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Pajak pertambahan nilai (PPN) yaitu pajak yang dikenakan
atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari
produsen ke konsumen. PPN termasuk jenis pajak tak langsung, yang artinya bahwa
pajak tersebut disetor oleh pihak lain (pedagang) yang bukan penanggung pajak,
atau dengan kata lain, penanggung pajak (konsumen akhir) tidak menyetorkan
langsung pajak yang ia tanggung. Dalam perhitungan PPN yang harus disetor oleh
PKP dikenal istilah Pajak Keluaran dan Pajak Masukan. Pajak Keluaran adalah
PPN yang dipungut ketika PKP menjual produknya, sedangkan Pajak Masukan
adalah PPN yang dibayar ketika PKP membeli/memperoleh/membuat produknya. Utang pajak adalah tanggungan yang
masih harus dibayar, termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda, atau
kenaikan tarif yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya
berdasarkan peraturan perundang – undangan perpajakan.
1.2
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka
dapat disimpulkan rumusan masalah yaitu tentang Mata Kuliah
Perpajakan.
1.3
Tujuan Pembentukkan Makalah
Dari rumusan masalah yang telah dijabarkan
oleh penulis di atas, tulisan ini disusun dengan tujuan:
1. Mengerti dan memahami pentingnya perpajakan untuk
WNI.
2. Dapat mematuhi peraturan dan membayar iuran pajak
pada setiap tahunnya.
BAB II
PEMBAHASAN
Pajak
penghasilan : Pajak
yang dibebankan pada penghasilan perorangan, perusahaan atau badan hukum
lainnya. Pajak penghasilan bisa diberlakukan progresif,
proporsional, atau regresif.
·
Pengertian PPh Pasal 25,
mekanisme pembayaran pajak di muka atau pembayaran cicilan setiap bulan.
Pembayaran angsuran atau cicilan ini dinamakan Pajak Penghasilan Pasal 25.
·
Cara Mengitung PPh Pasal 25
Didasarkan kepada data SPT Tahunan tahun sebelumnya.
Artinya, kita mengasumsikan bahwa penghasilan tahun ini sama dengan penghasilan
tahun sebelumnya. Tentu saja nanti akan ada perbedaan dengan kondisi sebenarnya
ketika tahun pajak sekarang sudah berakhir. Selisih tersebutlah yang kita bayar
sebagai kekurangan pajak akhir tahun. Kekurangan bayar akhir tahun ini biasa
dinamakan PPh Pasal 29. Apabila selisihnya menunjukkan lebih bayar, maka
kondisi ini dinamakan restitusi atau Wajib Pajak meminta kelebihan pembayaran
pajak yang telah dilakukan.
·
Subyek pajak penghasilan
Menurut
Undang Undang no.17 tahun 2000:
1.
Subyek pajak pribadi yaitu setiap orang yang tinggal di Indonesia atau tidak bertempat
tinggal di Indonesia yang mendapatkan penghasilan dari indonesia.
2.
Subyek pajak harta warisan belum dibagi yaitu warisan dari
seseorang yang sudah meninggal dan belum dibagi tetapi menghasilkan pendapatan,
maka pendapatan itu dikenakan pajak.
3.
Subyek pajak badan yaitu perkumpulan orang dan/atau modal baik melakukan usaha
maupun tidak melakukan kegiatan usaha meliputi perseroan terbatas, perseroan
komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau daerah dengan nama
dan bentuk usaha apapun seperti firma, kongsi, koperasi, dana pensiun,
perkumpulan, persekutuan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik,
atau organisasi sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya.
4.
Bentuk usaha tetap yaitu bentuk usaha yang digunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat
tinggal di Indonesia atau berada di indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam
jangka waktu dua belas bulan, atau badan yang tidak didirikan dan berkedudukan
di Indonesia, yang melakukan kegiatan di Indonesia.
Undang
Undang No. 17 tahun 2000 Badan perwakilan negara asing.
1.
Pejabat
perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat - pejabat lain dari negara
asing dan orang - orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan
bertempat tinggal bersama mereka dengan syarat bukan warga negara indonesia dan
negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
2.
Organisasi
internasional yang ditetapkan oleh keputusan menteri keuangan dengan syarat
Indonesia ikut dalam organisasi tersebut dan organisasi tersebut tidak
melakukan kegiatan usaha di Indonesia. Contoh: WTO, FAO, UNICEF.
3.
Pejabat
perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh keputusan menteri
keuangan dengan syarat bukan warga negara indonesia dan tidak memperoleh
penghasilan dari Indonesia.
·
Obyek Pajak Penghasilan : penghasilan
yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak (WP), baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang
dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib pajak yang
bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk :
1.
Penggantian atau imbalan berkenaan dengan
pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah,
tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun atau imbalan
dalam bentuk lainnya kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang Pajak
Penghasilan;b.Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan
penghargaan;c.Laba usaha;d.Keuntungan karena penjualan atau
karena pengalihan harta ;e.Penerimaan kembali pembayaran pajak yang
telah dibebankan sebagai biaya;f.Bunga termasuk premium, diskonto dan
imbalan karena jaminan pengembalian utang;g.Dividen dengan nama dan
dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang
polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;h.Royalti;i.Sewa
dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;j.Penerimaan
atau perolehan pembayaran berkala;
1.
Tarif
PPN adalah 10% (sepuluh persen)
2.
Tarif
PPn BM adalah serendah-rendahnya 10% (sepuluh persen) dan setinggi-tingginya
50% (lima puluh persen).
Perbedaan kelompok tarif tersebut didasarkan pada pengelompokan Barang Kena Pajak (BKP) yang tergolong mewah yang atas penyerahan/impor BKP-nya dikenakan PPn BM.
Perbedaan kelompok tarif tersebut didasarkan pada pengelompokan Barang Kena Pajak (BKP) yang tergolong mewah yang atas penyerahan/impor BKP-nya dikenakan PPn BM.
3.
Tarif
PPN/ PPn BM atas ekspor BKP adalah 0% (nol persen).
1.
Harga jual/ penggantian = nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh penjual/ pembeli jasa karena penyerahan BKP/ Jasa Kena
Pajak (JKP), tidak termasuk PPN/ PPn BM dan potongan harga yang dicantumkan
dalam Faktur Pajak.
2.
Nilai Impor = nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk
ditambah pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan dalam peraturan
perundang-undangan Pabean untuk Impor BKP, tidak termasuk PPN/ PPn BM.
3.
Nilai Ekspor = nilai berupa uang, termasuk semau biaya yang diminta oleh
Eksportir.
4.
Nilai lain = nilai yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang dipakai
sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.
PPN
yang terutang = tarif x DPP
PPN
yang terutang =
Pajak Keluaran (PK) yang dipungut oleh PKP penjual dan merupakan Pajak Masukan
bagi PKP pembeli.
·
Pajak pertambahan nilai (PPN) = pajak yang dikenakan atas setiap
pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke
konsumen. Dalam bahasa
Inggris,
pajak ini disebut "value added tax" (VAT) atau "goods
and services tax" (GST). PPN termasuk jenis pajak tak langsung, yang
artinya bahwa pajak tersebut disetor oleh pihak lain (pedagang) yang bukan
penanggung pajak, atau dengan kata lain, penanggung pajak (konsumen akhir)
tidak menyetorkan langsung pajak yang ia tanggung.
·
Mekanisme pemungutan, penyetoran dan pelaporan PPN ada pada pedagang/produsen
(pengusaha kena pajak atau PKP). Dalam
perhitungan PPN yang harus disetor oleh PKP dikenal istilah Pajak Keluaran dan
Pajak Masukan. Pajak Keluaran adalah PPN yang dipungut ketika PKP
menjual produknya, sedangkan Pajak Masukan adalah PPN yang
dibayar ketika PKP membeli/memperoleh/membuat produknya.
·
Indonesia
menganut sistem tarif tunggal untuk PPN; yaitu sebesar 10 persen. Dasar
hukum utama yang digunakan untuk penerapan PPN di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 berikut revisinya, yaitu UU No.11/1994 sebagaimana diubah terakhir dengan UU No.18/2000.
1.
Pajak
tidak langsung; pemikul beban pajak dan penanggung jawab atas pembayaran pajak
ke KPP adalah subyek yang berbeda
2.
Multitahap;
pajak dikenakan di tiap mata rantai produksi dan distribusi
3.
Pajak
obyektif; pengenaan pajak didasarkan pada obyek pajak
4.
Menghindari
pengenaan pajak berganda; sistem pajak pertambahan nilai didesain untuk
menghindari pengenaan pajak berganda
5.
Dihitung
dengan metode pengurangan tak langsung (indirect subtraction); yaitu
dengan memperhitungkan pajak masukan dan pajak keluaran
1.
Penyerahan barang berwujud yang tergolong mewah
2.
Impor barang berwujud yang tergolong mewah
·
Subjek Pajak Penjualan atas Barang Mewah
1.
Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan BKP yang tergolong mewah
2.
Pengusaha yang mengimpor barang yang tergolong mewah
·
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)
Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas :
a.Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
b.Impor Barang Kena Pajak;
c.Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
d.Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah . Pabean;
e.Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; atau
f.Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.
a.Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
b.Impor Barang Kena Pajak;
c.Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
d.Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah . Pabean;
e.Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; atau
f.Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.
·
Pengusaha Kena Pajak (PKP)
Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah Pengusaha yang dalam kegiatan
usaha atau pekerjaannya melakukan penyerahan BKP dan atau penyerahan JKP dan
atau ekspor BKP yang dikenakan pajak berdasarkan Undang- Undang Pajak
Pertambahan Nilai yang wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP,
tidak termasuk Pengusaha Kecil, yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan
Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP.
·
Pengusaha Kecil
Pengusaha Kecil dibebaskan dari kewajiban mengenakan/memungut PPN atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan atau Jasa Kena Pajak (JKP) sehingga tidak perlu melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, kecuali apabila Pengusaha Kecil memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, maka Undang-undang PPN berlaku sepenuhnya bagi Pengusaha Kecil tersebut.Pengusaha Kecil adalah Pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan BKP dan atau JKP dengan jumlah peredaran bruto dan atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp. 600.000.000,00 (Enam ratus juta rupiah).
Pengusaha Kecil dibebaskan dari kewajiban mengenakan/memungut PPN atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan atau Jasa Kena Pajak (JKP) sehingga tidak perlu melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, kecuali apabila Pengusaha Kecil memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, maka Undang-undang PPN berlaku sepenuhnya bagi Pengusaha Kecil tersebut.Pengusaha Kecil adalah Pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan BKP dan atau JKP dengan jumlah peredaran bruto dan atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp. 600.000.000,00 (Enam ratus juta rupiah).
·
Barang Dan Jasa Yang Tidak Dikenakan PPN
Pada dasarnya semua barang dan jasa merupakan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak, sehingga dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), kecuali jenis barang dan jenis jasa sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 4A Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tidak dikenakan PPN, yaitu:
Pada dasarnya semua barang dan jasa merupakan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak, sehingga dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), kecuali jenis barang dan jenis jasa sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 4A Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tidak dikenakan PPN, yaitu:
A.
Jenis Barang Yang Tidak Dikenakan PPN
1. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, meliputi:
a.Minyak mentah;b.Gas bumi;c.Panas bumi;d.Pasir dan kerikil;e.Batu bara sebelum diproses menjadi briket batu bara; danf. Bijih timah, bijih besi, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak, serta bijih bauksit.g.Barang hasil pertambangan dan pengeboran lainnya yang diambil langsung dari sumbernya.
1. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, meliputi:
a.Minyak mentah;b.Gas bumi;c.Panas bumi;d.Pasir dan kerikil;e.Batu bara sebelum diproses menjadi briket batu bara; danf. Bijih timah, bijih besi, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak, serta bijih bauksit.g.Barang hasil pertambangan dan pengeboran lainnya yang diambil langsung dari sumbernya.
2.
Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, yaitu
:
a.Segala jenis beras dan gabah, seperti beras putih, beras merah, beras ketan hitam atau beras ketan putih dalam bentuk: - Beras berkulit (padi atau gabah) selain untuk benih;- Digiling;- Beras setengah giling atau digiling seluruhnya, disosoh, dikilapkan maupun tidak;- Beras pecah;- Menir (groats) dari beras.
b.Segala jenis jagung, seperti jagung putih, jagung kuning, jagung kuning kemerahan atau popcorn (jagung brondong), dalam bentuk:
- Jagung yang telah dikupas maupun belum/ jagung tongkol dan biji jagung/jagung pipilan;- Munir (groats) / beras jagung, sepanjang masih dalam bentuk butiran.
c.Sagu, dalam bentuk :- Empulur sagu;- Tepung, tepung kasar dan bubuk dari sagu.
d.Segala jenis kedelai, seperti kedelai putih, kedelai hijau,kedelai kuning atau kedelai hitam dalam bentuk pecah atau utuh;
e.garam baik yang beryodium maupun tidak berjodium termasuk:- Garam meja;- Garam dalam bentuk curah atau kemasan 50 Kg atau lebih, dengan kadar Na CL 94,7 %
(dry basis).
a.Segala jenis beras dan gabah, seperti beras putih, beras merah, beras ketan hitam atau beras ketan putih dalam bentuk: - Beras berkulit (padi atau gabah) selain untuk benih;- Digiling;- Beras setengah giling atau digiling seluruhnya, disosoh, dikilapkan maupun tidak;- Beras pecah;- Menir (groats) dari beras.
b.Segala jenis jagung, seperti jagung putih, jagung kuning, jagung kuning kemerahan atau popcorn (jagung brondong), dalam bentuk:
- Jagung yang telah dikupas maupun belum/ jagung tongkol dan biji jagung/jagung pipilan;- Munir (groats) / beras jagung, sepanjang masih dalam bentuk butiran.
c.Sagu, dalam bentuk :- Empulur sagu;- Tepung, tepung kasar dan bubuk dari sagu.
d.Segala jenis kedelai, seperti kedelai putih, kedelai hijau,kedelai kuning atau kedelai hitam dalam bentuk pecah atau utuh;
e.garam baik yang beryodium maupun tidak berjodium termasuk:- Garam meja;- Garam dalam bentuk curah atau kemasan 50 Kg atau lebih, dengan kadar Na CL 94,7 %
(dry basis).
3.Makanan
dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan
sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun
tidak; tidak termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha katering
atau usaha jasa boga.
4. Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga.
4. Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga.
B.
Jenis Jasa Yang Tidak Dikenakan PPN
1. Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik, meliputi:a. Jasa dokter umum, jasa dokter spesialis, jasa dokter gigi;b. Jasa dokter hewan;c. Jasa ahli kesehatan seperti akupuntur, ahli gizi,fisioterapi, ahli gigi;d. Jasa kebidanan, dan dukun bayi;e. Jasa paramedis, dan perawat; danf. Jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium kesehatan, dan sanatorium.
1. Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik, meliputi:a. Jasa dokter umum, jasa dokter spesialis, jasa dokter gigi;b. Jasa dokter hewan;c. Jasa ahli kesehatan seperti akupuntur, ahli gizi,fisioterapi, ahli gigi;d. Jasa kebidanan, dan dukun bayi;e. Jasa paramedis, dan perawat; danf. Jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium kesehatan, dan sanatorium.
2.
Jasa di bidang pelayanan sosial, meliputi:a. Jasa pelayanan panti asuhan dan
panti jompo;b. Jasa pemadam kebakaran kecuali yang bersifat komersial;c. Jasa
pemberian pertolongan pada kecelakaan;d. Jasa lembaga rehabilitasi kecuali yang
bersifat komersial;e. Jasa pemakaman termasuk krematorium;f. Jasa di bidang
olah raga kecuali yang bersifat komersial.g. Jasa pelayanan sosial lainnya
kecuali yang bersifat komersial.
3.
Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko yang dilakukan oleh PT. Pos
Indonesia (Persero);
4.
Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi,
meliputi :a.Jasa perbankan, kecuali jasa penyediaan tempat untuk menyimpan
barang dan surat berharga, jasa penitipan untuk kepentingan pihak lain
berdasarkan surat kontrak (perjanjian), serta anjak piutang.b.Jasa asuransi,
tidak termasuk broker asuransi; danc.Jasa Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi.
5.
Jasa di bidang keagamaan, meliputi :a.Jasa pelayanan rumah ibadah;b.Jasa
pemberian khotbah atau dakwah; danc.Jasa lainnya di bidang keagamaan.
6.
Jasa di bidang pendidikan, meliputi :
a.Jasa penyelenggaraan pendidikan sekolah, seperti jasa penyelenggaraan pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik dan pendidikan profesional; b.Jasa penyelenggaraan pendidikan luar sekolah, seperti kursus-kursus.
a.Jasa penyelenggaraan pendidikan sekolah, seperti jasa penyelenggaraan pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik dan pendidikan profesional; b.Jasa penyelenggaraan pendidikan luar sekolah, seperti kursus-kursus.
7.
Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan
termasuk jasa di bidang kesenian yang tidak bersifat komersial, seperti
pementasan kesenian tradisional yang diselenggarakan secara cuma-cuma.
8.
Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan seperti jasa penyiaran radio
atau televisi baik yang dilakukan oleh instansi Pemerintah maupun swasta yang
bukan bersifat iklan dan tidak dibiayai oleh sponsor yang bertujuan komersial.
9.
Jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air, meliputi jasa angkutan umum
di darat, di laut, di danau maupun di sungai yang dilakukan oleh Pemerintah
maupun oleh swasta.
10. Jasa di bidang tenaga kerja, meliputi:
a.Jasa tenaga kerja;b.Jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang Pengusaha penyedia tenaga kerja tidak bertanggung jawab atas hasil kerja dari tenaga kerja tersebut; danc. Jasa penyelenggaraan latihan bagi tenaga kerja.
10. Jasa di bidang tenaga kerja, meliputi:
a.Jasa tenaga kerja;b.Jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang Pengusaha penyedia tenaga kerja tidak bertanggung jawab atas hasil kerja dari tenaga kerja tersebut; danc. Jasa penyelenggaraan latihan bagi tenaga kerja.
11.
Jasa di bidang perhotelan, meliputi:
a. Jasa persewaan kamar termasuk tambahannya di hotel, rumah penginapan, motel, losmen, hostel, serta fasilitas yang terkait dengan kegiatan perhotelan untuk tamu yang menginap; danb. Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel, rumah penginapan, motel, losmen dan hostel.
a. Jasa persewaan kamar termasuk tambahannya di hotel, rumah penginapan, motel, losmen, hostel, serta fasilitas yang terkait dengan kegiatan perhotelan untuk tamu yang menginap; danb. Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel, rumah penginapan, motel, losmen dan hostel.
12.
Jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan
secara umum, meliputi jenis-jenis jasa yang dilaksanakan oleh instansi
pemerintah seperti pemberian Izin Mendirikan Bangunan (1MB), pemberian Ijin
Usaha Perdagangan, pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak dan pembuatan Kartu Tanda
Penduduk (KTP).
·
Sanksi dalam PPN dan PPnBM
Dalam
rangka, baik masyarakat wajib pajak maupun aparatur perpajakan mematuhi
kewajiban-kewajiban, sekaligus sebagai perwujudan unsur pajak dapat dipaksakan
sebagaimana didefinisikan, maka dituangkan ketentuan sanksi perpajakan,
termasuk yang berkaitan dengan sanksi bagi wajib pajak (PKP) Pajak Pertambahan
Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
PPh
Pasal 21
Tidak
termasuk penerima penghasilan :
·
Pejabat
diplomatik, konsulat negara asing
·
Pejabat
perwakilan organisasi internasional
Objek
Pasal 21 :
·
Penghasilan
yang diterima secara teratur
·
Penghasilan
yang diterima tidak teratur
·
Upah
·
Pesangon
dan sejenisnya
·
Imbalan
sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan
·
Gaji
yang terkait dengan Pejabat Negara & PNS
·
Uang
pensiun
·
Natura
& kenikmatan, diberikan oleh bukan WP
Non Objek Pasal 21 :
·
Pembayaran
asuransi (kesehatan, kecelakaan, ...)
·
Natura
& kenikmatan, diberikan WP
·
Natura
& kenikmatan, diberikan Pemerintah
·
Iuran
pensiun dibayar ke Dapen
·
Pajak
ditanggung pemberi kerja
·
THT
Taspen & THT Asabri
·
Zakat
(lembaga zakat disahkan Pemerintah)
Biaya
Jabatan (dalam rangka 3M penghasilan) = 5% dari penghasilan bruto, maks Rp 1.296.000,- / th)
Biaya
Pensiun (dalam rangka 3M uang pensiun) = 5% dari uang pensiun bruto, maks Rp 432.000,- / th)
Hak WP
:
·
Meminta
Bukti Potong (sebagai kredit, kecuali PPh Ps. 21 Final)
·
Mengajukan
surat keberatan ke Dirjen Pajak (maks 3 bulan atau force major)
·
Banding
ke Badan Peradilan Pajak (maks 3 bulan
SUMBER: http://kunci-pajak.blogspot.com/
PTKP Tahun 2013 dan Tahun-tahun Sebelumnya
Berikut adalah PTKP
(Penghasilan Tidak Kena Pajak) Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
162/PMK.011/2012 tanggal 22 Oktober 2012 tentang Penyesuaian Besarnya
Penghasilan Tidak Kena Pajak, sebagai berikut :
1.
Rp.
24.300.000,00 untuk diri
Wajib Pajak orang pribadi;
2.
Rp.
2.025.000,00 tambahan untuk
Wajib Pajak yang kawin;
3.
Rp.
24.300.000,00 tambahan
untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008;
4.
Rp.
2.025.000,00 tambahan untuk
setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan
lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3
(tiga) orang untuk setiap keluarga.
Ketentuan
penyesuaian besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) mulai
berlaku pada tanggal 1 Januari 2013.
Perbandingan besarnya PTKP 2013 dengan
tahun-tahun sebelumnya :
Penerapan status PTKP ditentukan
keadaan pada awal tahun pajak atau awal bagian tahun pajak.
Misalnya, pada tanggal 1 Januari 2013 seorang Wajib Pajak berstatus kawin dengan tanggungan 1 (satu) orang anak.Apabila anak yang kedua lahir setelah tanggal 1 Januari 2013, besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak yang diberikan kepada Wajib Pajak tersebut untuk tahun pajak 2013 tetap dihitung berdasarkan status kawin dengan 1 (satu) anak.
Misalnya, pada tanggal 1 Januari 2013 seorang Wajib Pajak berstatus kawin dengan tanggungan 1 (satu) orang anak.Apabila anak yang kedua lahir setelah tanggal 1 Januari 2013, besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak yang diberikan kepada Wajib Pajak tersebut untuk tahun pajak 2013 tetap dihitung berdasarkan status kawin dengan 1 (satu) anak.
Berikut adalah perbandingan total PTKP
Berdasarkan status dan jumlah tanggungan dari tahun-tahun sebelumnya:
Dasar hukum: PMK No.162/PMK.011/2012 tanggal 22 Oktober 2012, untuk tahun sebelumnya dasar hukunya dapat dilihat di judul tabel diatas.
Terdapat penghasilan tidak teratur
Terdapat
penghasilan tidak teratur
Penghasilan tidak teratur (tidak termasuk dalam penghasilan teratur) adalah keuntungan selisih kurs dari utang/piutang dalam mata uang asing dan keuntungan dari pengalihan harta sepanjang bukan merupakan penghasilan dari kegiatan usaha pokok serta penghasilan lainnya yang bersifat insidential. (Keputusan Direktur Jendral Pajak Nomor : KEP-537/PJ/2000 tentang Penghitungan – Besarnya Angsuran Pajak dalam Tahun Pajak Berjalan Dalam hal-hal tertentu) .
Penghasilan tidak teratur (tidak termasuk dalam penghasilan teratur) adalah keuntungan selisih kurs dari utang/piutang dalam mata uang asing dan keuntungan dari pengalihan harta sepanjang bukan merupakan penghasilan dari kegiatan usaha pokok serta penghasilan lainnya yang bersifat insidential. (Keputusan Direktur Jendral Pajak Nomor : KEP-537/PJ/2000 tentang Penghitungan – Besarnya Angsuran Pajak dalam Tahun Pajak Berjalan Dalam hal-hal tertentu) .
PERATURAN MENTERI
KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 80/PMK.03/2010
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 184/PMK.03/2007
TENTANG PENENTUAN TANGGAL JATUH TEMPO PEMBAYARAN DAN
PENYETORAN PAJAK , PENENTUAN TEMPAT PEMBAYARAN PAJAK, DAN TATA
CARA PEMBAYARAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK, SERTA TATA CARA
PENGANGSURAN DAN PENUNDAAN PEMBAYARAN PAJAK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
NOMOR 80/PMK.03/2010
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 184/PMK.03/2007
TENTANG PENENTUAN TANGGAL JATUH TEMPO PEMBAYARAN DAN
PENYETORAN PAJAK , PENENTUAN TEMPAT PEMBAYARAN PAJAK, DAN TATA
CARA PEMBAYARAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK, SERTA TATA CARA
PENGANGSURAN DAN PENUNDAAN PEMBAYARAN PAJAK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a.
bahwa penetapan
batas waktu pembayaran dan penyetoran pajak telah diatur dalam Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2007 tentang Penentuan Tanggal Jatuh
Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak, Penentuan Tempat Pembayaran Pajak, dan
Tata Cara Pembayaran, Penyetoran dan Pelaporan Pajak, serta Tata Cara
Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak yang merupakan peraturan
pelaksanaan dari ketentuan Pasal 3 ayat (3c), Pasal 9 ayat (1) dan ayat (4),
dan Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Undang-Undang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan);
b.
bahwa berdasarkan
ketentuan Pasal 49 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan,
diatur bahwa ketentuan dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
berlaku pula bagi undang-undang perpajakan lainnya, kecuali apabila ditentukan
lain;
c.
bahwa selain
pengaturan mengenai penetapan batas waktu pembayaran dan penyetoran pajak
sebagaimana tersebut pada huruf a, sesuai ketentuan yang memberikan pengecualian
sebagaimana tersebut pada huruf b, telah diatur batas waktu pembayaran dan
penyetoran PPN berdasarkan Pasal 15A Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 yaitu paling
lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan;
d.
bahwa dalam rangka
penyelarasan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan sebagaimana dimaksud dalam huruf b dan Undang-Undang Pajak
Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam huruf c, perlu melakukan
penyesuaian terhadap ketentuan mengenai penentuan tanggal jatuh tempo
pembayaran dan penyetoran pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a;
e.
bahwa berdasarkan
pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d,
perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2007 tentang Penentuan Tanggal Jatuh
Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak, Penentuan Tempat Pembayaran Pajak, dan
Tata Cara Pembayaran, Penyetoran dan Pelaporan Pajak, serta Tata Cara
Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak;
Mengingat :
1.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262)
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4999);
2.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5069);
3.
Keputusan Presiden
Nomor 84/P Tahun 2009;
4.
Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 184/PMK.03/2007 tentang Penentuan Tanggal Jatuh
Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak, Penentuan Tempat Pembayaran Pajak, dan
Tata Cara Pembayaran, Penyetoran dan Pelaporan Pajak, serta Tata Cara
Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 184/PMK.03/2007 TENTANG PENENTUAN TANGGAL JATUH TEMPO PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK, PENENTUAN TEMPAT PEMBAYARAN PAJAK, DAN TATA CARA PEMBAYARAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK, SERTA TATA CARA PENGANGSURAN DAN PENUNDAAN PEMBAYARAN PAJAK.
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2007 tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak, Penentuan Tempat Pembayaran Pajak, dan Tata Cara Pembayaran, Penyetoran dan Pelaporan Pajak, serta Tata Cara Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak diubah sebagai berikut:
1.
|
Ketentuan Pasal
1 angka 1, angka 2, dan angka 3 diubah, sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 1
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini, yang dimaksud dengan:
1.
Undang-Undang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya disebut
Undang-Undang KUP adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.
2.
Undang-Undang
Pajak Penghasilan yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPh adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
3.
Undang-Undang
Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPN adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.
4.
Pajak
Penghasilan yang selanjutnya disingkat PPh adalah Pajak Penghasilan
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PPh.
5.
Pajak
Pertambahan Nilai yang selanjutnya disingkat PPN adalah Pajak Pertambahan
Nilai sebagaimana dimaksud dalam Undang Undang PPN.
6.
Pajak
Penjualan atas Barang Mewah yang selanjutnya disingkat PPnBM adalah Pajak
Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PPN.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
2.
|
Ketentuan Pasal
2 ayat (13), ayat (14), dan ayat (15) diubah, di antara ayat (13) dan ayat
(14) disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat (13a), dan di antara ayat (14) dan
ayat (15) disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat (14a), sehingga Pasal 2
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 2
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
3. |
Di antara Pasal 2 dan Pasal 3 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 2A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 2A
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang dalam satu Masa Pajak harus disetor paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa PPN disampaikan. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
4. |
Ketentuan Pasal 7 ayat (1) dan ayat (3) diubah, di antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 3 (tiga) ayat yakni ayat (1a), ayat (1b) dan ayat (1c), dan di antara ayat (3) dan (4) disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat (3a) sehingga Pasal 7 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 7
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Kewajiban perpajakan yang menjadi kewajiban WP
1.
Kewajiban
perpajakan yang menjadi kewajiban adalah:
a.
Mendaftarkan diri
pada KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal.
b.
Melaporkan
usahanya pada KPP yang wilayah kerja meliputi tempat kegiatan usaha (karena
peredaran brotonya telah melampui Rp. 600 juta)
c.
Menyelenggarakan
pembukuan dan atau melakukan pencatatan apabila memeilih menggunakan Norma
Penghitungan Penghasilan Netto (karena peredaran brutonya kurang dari Rp. 4,8
milyar)
d.
Menghitung,
memperhitungkan, membayar dan melaporkan pajak terutang dengan tidak
menggantungkan pada adanya Surat Ketetapan Pajak sesuai system Self Assessment
2.
Sesuai dengan
pasal 39 (1) huruf a UU KUP, setiap orang yang dengan sengaja tidak
mendaftarkan diri untuk diberikan NPWP atau tidak melaporkan usahanya untuk
dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak sehingga dapat menimbulkan kerugian
pada pendapatan Negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 bulan
dan paling lama 6 tahun dan denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak terutang
yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang
yang tidak atau kurang dibayar.
3.
Sesuai dengan
Peraturan Menteri Keuangan No.22/PMK.03/2008, seorang kuasa bukan konsultan
pajak harus memenuhi persyaratan sbb:
a.
memiliki NPWP
b.
telah menyampaikan
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan (SPT Tahunan PPH) tahun pajak
terakhir
c.
menguasai
kententuan peraturan perundang undangan perpajakan, dibuktikan dengan
kepemilikan sertifikat brevet
d.
memiliki surat
kuasa kusus dari wajib pajak yang memberi kuasa
Sesuai dengan PMK
22/PMK.03/2008, seseorang yang bukan konsultan pajak termasuk karyawan wajib
pajak hanya dapat menerima kuasa dari:
a.
Wajib pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas
b.
Wajib pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan
peredaran bruto atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp. 1,8 milyar dalam
satu tahun
c.
Wajib pajak badan dengan peredaran bruto tidak lebih dari Rp. 2,4 milyar dalam
satu tahun
d.
Dengan asumsi yang dimaksud dengan sertifikat brevet adalah sertifikat
konsulatan pajak maka yang bersangkutan tidak boleh memberi kuasa kepada
karyawanya yang belum lulus sertifikasi, karena karyawan tersebut tidak
memenuhi persyaratan sebagai kuasa bukan konsultan pajak.
4.
Sesuai dengan Pasal
2 (2) UU KUP, setiap wqjib pajak sebagai pengusaha yang dikenai pajak
berdasarkan UU PPN 1984 dan perubahanya wajib melaporkan usahanya pada Kantor
Dirjen Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat
kedudukan pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan
menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP)
Sesuai dengan KMK
No.57/KMK.03/2003, pengusaha kecil adalah pengusaha yang selama satu tahun buku
melakukan penyerahan barang kena pajak dan/ atau jasa kena pajak dengan jumlah
peredaran bruto tidak lebih dari Rp. 600 juta. Pengusaha kecil wajib melaporkan
usahnya untuk di kukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP), apabila sampai
dengan suatu bulan dalam tahun buku jumlah peredaran bruto / penerimaan
brutonya melebihi Rp. 600 juta. Pengusaha tersebut wajib melaporkan usahanya
untuk dikukuhkan sebagai PKP paling lambat pada akhir bulan berikutnya.
Dalam hal
pengusaha tidak memenuhi kewajiban sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan,
maka saat pengukuhan adalah awal bulan berikutnya setelah bulan batas
pengukuhan. Kewajiban untuk memungut, menyetorkan, dan melaporkan Pajak
Pertambahan Nilai (PPN/PPN BM) yang terutang oleh pengusaha dimulai saat
dikukuhkan sebagai PKP.
Amanda harus
dikukuhkan sebagai pengusha kena pajak (PKP) karena peredaran brutonya telah
melebihi Rp. 600 juta sebagai syarat untuk dikukuhkan sebagai PKP.
Pajak Penghasilan
Pasal 22 atau disingkat PPh Pasal 22 adalah salah satu bentuk pemotongan dan
pemungutan Pajak Penghasilan yang dilakukan oleh fihak lain terhadap Wajib
Pajak. Pengenaan PPh Pasal 22 dikenakan terhadap kegiatan perdagangan barang.
Titik pengenaannya ada yang dilakukan pada saat penjualan ada pula pada saat
pembelian. Pada umumnya pengenaan PPh Pasal 22 ini dikenakan terhadap
perdagangan barang yang dianggap “menguntungkan” sehingga penjual atau
pembelinya kemungkinan besar akan mengalami keuntungan dan dengan demikian,
Pada tanggal 31
Agustus 2010, telah terbit Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2010
tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan Dengan Pembayaran Atas
Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor Atau Kegiatan Usaha di Bidang
Lain. Peraturan Menteri Keuangan ini terbit sebagai peraturan pelaksanaan Pasal
22 ayat (2) Undang-undang PPh dan menggantikan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
254/KMK.03/2001 sebagaimana telah bebarapa kali diubah terakhir dengan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.03/2008.
Ø Cara Menghitung PPh Orang Pribadi
Berikut ini adalah
langkah-langkah dalam melakukan perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) untuk Wajib
Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri secara umum. Perhitungan ini berguna untuk
mengisi SPT Tahunan PPh Orang Pribadi.
Telah terbit
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008 yang mengatur tentang pengenaan Pajak
Penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan. Peraturan
Pemerintah ini adalah rangkaian Peraturan Pemerintah sebelumnya yang mengatur
hal yang sama.
Pertama kali Peraturan Pemerintah yang mengatur hal ini adalah PP Nomor 48 Tahun 1994 yang berlaku mulai 1 Januari 1995. PP ini kemudian diubah dengan PP Nomor 27 Tahun 1996 dan PP Nomor 79 Tahun 1999. Dengan PP Nomor 79 Tahun 1999 yang mulai berlaku 1 Januari 2000 ini, pengenaan Pajak Penghasilan terhadap Wajib Pajak yang bergerak
Pertama kali Peraturan Pemerintah yang mengatur hal ini adalah PP Nomor 48 Tahun 1994 yang berlaku mulai 1 Januari 1995. PP ini kemudian diubah dengan PP Nomor 27 Tahun 1996 dan PP Nomor 79 Tahun 1999. Dengan PP Nomor 79 Tahun 1999 yang mulai berlaku 1 Januari 2000 ini, pengenaan Pajak Penghasilan terhadap Wajib Pajak yang bergerak
Ruang Lingkup
Penghasilan berupa sewa atas tanah dan atau bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, gedung pertokoan, atau gedung pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan bangunan industri, dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final;
Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak
Besarnya Pajak Penghasilan Final yang terutang bagi Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Badan yang menerima atau memperoleh penghasilan sewa tanah dan/atau bangunan adalah sebesar
Penghasilan berupa sewa atas tanah dan atau bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, gedung pertokoan, atau gedung pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan bangunan industri, dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final;
Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak
Besarnya Pajak Penghasilan Final yang terutang bagi Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Badan yang menerima atau memperoleh penghasilan sewa tanah dan/atau bangunan adalah sebesar
Bab iii
PENUTUP
3.1Kesimpulan
Dari berbagai penjelasan diatas, dapat
disimpulkan bahwa Pajak adalah iuran
wajib yang dibayarkan oleh wajib pajak berdasarkan peraturan perundang -
undangan tanpa balas jasa secara langsung dan mempunyai fungsi sebagai sebagai
sumber utama penerimaan negara guna membiayai seluruh kegiatan penyelenggaraan
pemerintah negara dan pembangunan nasional, sebagai alat pendistribusian
pendapatan masyarakat dan sekaligus sebagai alat pemerataan pendapatan
masyarakat dan kesejahteraan masyarakat , pemungutan pajak juga untuk membiayai
pengeluaran - pengeluaran pemerintah, baik rutin maupun pengeluaran pembangunan.
Selain itu, untuk mendorong produksi dalam negeri pemerintah menetapkan
kebijakan pembebasan pajak impor terhadap bahan baku dan pajak yang tinggi bagi
barang - barang mewah dan diwajibkan untuk seluruh Warga Negara Indonesia untuk
membayar pajak tepat pada waktunya.
DAFTAR PUSTAKA
http://firdausauliarahman.blogspot.com/2012/08/rangkuman-materi-tantang-pajak-kelas-8.html
http://buabuazone88.blogspot.com/2009/01/rangkuman-beberapa-pokok-bahasan_5178.html
http://www.lintasberita.web.id/ringkasan-materi-kuliah-perpajakan-1/
http://konsultanpajak-aaa.com konsultan-pajak.co.cc aris-aviantara.blogspot aviantara.multiply
http://muhammadfathoni41.blogspot.com/2010/04/ringkasan-materi-deprisiasi-dan-pajak.html
terimaksih telah berbagi informasi yg bermanfaat...
BalasHapusobat kuat